Laluulama tersebut mengiyakan dengan menyitir sepenggal H adîts Qudsî; “Aku (Allâh) selaras dengan prasangka hambaku, maka berprasangkalah padaku dengan apa yang ia mau.” (HR. Hâkim, Ibn H ibbân dan A h mad) Karena Si Penanya terlanjur berprasangka buruk akan mengalami kesialan bila tidak melakukan ritual adat, maka pada saat itu
MakaAllah pun mendatangi meraka dan berfirman : Aku ini adalah Rabb kalian. Dan mereka berkata : Engkau adalah Rabb kami. Aku akan berbuat kepada hambanya sesuai dengan prasangka hambaku kepadaku, aku akan menyertainya ketika dia mengingatku, ketika ia mengingatku seorang diri kepadaku, maka aku akan mengingatnya , ketika ia mengingatku
Hatihatilah terhadap prasangka. Sesungguhnya prasangka adalah omongan paling dusta. (HR. Bukhari) Aku memegang hati-hati raja di dalam tangan-Ku. Sesungguhnya apabila hambaKu mentaati-Ku, Aku akan menukar hati raja-raja menjadi kasihan belas serta sayang ke atas mereka. Bila orang ramai (rakyat) mengingkari-Ku, Aku akan mengarahkan
Dari'Abdullah bin Salam Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Yang pertama kali aku dengar dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sabda beliau: "Wahai manusia, tebarkan salam, berilah makan, sambunglah tali silaturahmi dan shalatlah di malam hari saat manusia tertidur, niscaya kalian akan masuk ke dalam Surga dengan selamat."
Darisini bisa disimpulkan bahwa husnuzan adalah memiliki prasangka baik terhadap sesama manusia, kepada Allah SWT dan juga semua makhluk yang ada di bumi, sehingga bisa menciptkana hungungan yang baik. Lawan dari sifat husnuzan adalah berburuk sangka atau suudzon. “Sesungguhnya Allah berkata: Aku sesuai prasangka hambaku padaku. Jika
Hai Orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka sesungghnya sebagian prasangka itu adalah dosa.” Seanjutnya beliau berkata bahw ayat ini mengandung perintah untuk meninggalkan sesuatu pekerjaan yang tidak berdosa karena dikhawatirkan jatuh kepada pekerjaan yang berdosa.
.
Hasil pencarian tentang Aku+seperti+persangkaan+hambaku Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan sedang sesungguhnya persangkaan itu tiada berfaedah Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja....Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran. Dan sesungguhnya mereka jin menyangka sebagaimana persangkaan kamu orang-orang kafir Mekah, bahwa Allah akan memanggil orang-orang yang bertakwa, sebagai penghargaan atas mereka, "Wahai hamba- hambaku Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta terhadap Sesungguhnya aku diutus oleh Allah untuk kebahagiaan dan kebaikan kalian....Dan aku benar-benar menyampaikan risalah ini seperti yang aku terima dari Allah. Dalam situasi seperti ini, dengan gentar ia menanyakan Tuhannya, "Ya Tuhan, mengapa Kau buat aku lupa...Mengapa pula Kau tempatkan aku seperti orang buta, sedangkan di dunia aku bisa melihat apa saja yang kepada keluarga mereka selama-lamanya dan syaitan telah menjadikan kamu memandang baik dalam hatimu persangkaan Ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku berikan kepadamu dan sesungguhnya Aku telah mengutamakan kamu...Ayat seperti ini telah kita temui di muka. kepada Qâbîl, "Kalaupun kamu tersesatkan oleh setan untuk menggerakkan tanganmu hendak membunuhku, aku...tidak akan melakukan seperti yang kamu lakukan....Aku tidak akan menggerakkan tanganku untuk membunuhmu, karena aku takut siksa Tuhanku. Jika mereka berpaling maka katakanlah "Aku telah memperingatkan kamu dengan petir, seperti petir yang Sâmiriy menjawab, "Aku memiliki keterampilan dan cara-cara pembuatan yang tidak diketahui Banû Isrâ'îl...Aku telah membuat patung dalam bentuk anak sapi yang mengeluarkan suara seperti ini, dan aku ambil segenggam...dari Tawrât, lalu aku lemparkan ke dalam perut patung anak sapi itu, agar manusia ragu....Demikianlah nafsuku membujukku untuk melakukan apa yang aku lakukan." Berkata Ya'qub "Bagaimana aku akan mempercayakannya Bunyamin kepadamu, kecuali seperti aku telah mempercayakan Aku tidak pernah tahu berita tentang para malaikat ketika mereka berselisih mengenai ihwal Adam....Sebab aku tidak menempuh jalan yang biasa digunakan orang untuk memperoleh pengetahuan, seperti membaca...Cara yang aku tempuh untuk memperoleh pengetahuan adalah melalui wahyu. Mungkinkah aku akan melahirkan anak, padahal aku adalah perempuan tua dan suamiku kalian lihat juga sudah...Demi Allah, sungguh luar biasa apa yang aku dengar ini!...Sebab bagaimana mungkin dua orang yang sudah tua seperti aku dan suamiku dapat menghasilkan anak?" Dan orang yang beriman itu berkata "Hai kaumku, sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa bencana... seperti peristiwa kehancuran golongan yang bersekutu. berilah aku potongan-potongan besi"....Hingga apabila besi itu sudah menjadi merah seperti api, diapun berkata "Berilah aku tembaga yang...mendidih agar aku kutuangkan ke atas besi panas itu". Katakan, wahai Rasulullah, "Ya Tuhanku, jika Engkau menurunkan siksa di dunia seperti telah Engkau janjikan..., padahal aku berada di tengah-tengah mereka, kepada kaumnya yang pada waktu itu menjadi para penyembah bintang-bintang "Inilah Tuhanku" menurut persangkaan...tatkala bintang itu tenggelam surut dia berkata, "Saya tidak suka kepada yang tenggelam." maksudnya aku pengertian terhadap syariat serta kenabian lalu katanya kepada manusia, "Hendaklah kamu menjadi hamba-hambaku Betapa mungkin aku mempunyai anak padahal aku belum pernah disentuh oleh seorang laki-laki?"...Firman-Nya, "Soalnya seperti itulah yaitu menciptakan anakmu tanpa bapak Allah menciptakan apa yang...Apabila Dia menghendaki menetapkan sesuatu seperti hendak menciptakannya maka cukuplah bagi-Nya mengatakan Berkata Qabil "Aduhai celaka aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku Bujukan orang-orang munafik itu adalah seperti bujukan shaitan ketika dia berkata kepada manusia..."Kafirlah kamu", maka tatkala manusia itu telah kafir, maka ia berkata "Sesungguhnya aku berlepas diri...dari kamu, karena sesungguhnya aku takut kepada Allah, Rabb semesta Alam". Mûsâ menjawab, "Ini adalah tongkat yang aku pakai untuk berjalan dan menghalau kambingku....Selain itu, ada beberapa kegunaan yang lain seperti melindungi hewan dari bahaya." dari Tuhanku dan aku diberi rezeki yang baik sebagai karunia dari-Nya, apakan patut aku menyembunyikan...sesuatu yang harus kusampaikan kepada kalian, seperti perintah meninggalkan penyembahan berhala, menepati...Aku tidak ingin melakukan apa yang aku larang....Dan aku tidak akan mendapatkan kebenaran kecuali dengan pertolongan dan dukungan-Nya....Hanya kepada-Nyalah aku bertawakal. Dan juga hanya kepada-Nyalah aku kembali. Maka tatkala isteri 'Imran melahirkan anaknya, diapun berkata "Ya Tuhanku, sesunguhnya aku melahirkannya...anak perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu; dan anak laki-laki tidaklah seperti...Sesungguhnya aku telah menamai dia Maryam dan aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya Katakanlah, wahai Muhammad, kepada mereka, "Aku tidak memiliki kekuasaan untuk mendatangkan kebaikan...dan menolak kemudaratan kecuali jika Allah menghendakinya sehingga aku dapat melakukannya....Kalaulah, misalnya, aku dapat mengetahui hal yang gaib, seperti yang kalian sangka, tentu aku-dengan...Tetapi aku tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan mengenai azab, dan pembawa kabar gembira akan Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku yakni orang-orang dekat hubungan familinya denganku...seperti anak-anak paman sepeninggalku yakni sesudah aku meninggal dunia, aku khawatir mereka akan...berani mengubah agamanya sedangkan istriku adalah seorang yang mandul tidak beranak maka anugerahilah aku Maka, demi langit dan bumi, aku bersumpah bahwa sesungguhnya semua yang kalian ingkari seperti terjadinya...kepada orang-orang yang mendustakan dan pahala untuk orang-orang yang bertakwa benar-benar akan terjadi seperti Tuhanku yang berupa hidayah dan restu-Nya kepadaku untuk beriman kepada Allah dan kebangkitan, tentu aku...akan seperti kamu dijebloskan ke dalam siksa.
Ilustrasi sikap husnudzon yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari Foto Priscilla Du Preez on UnsplashHusnudzon atau berprasangka baik adalah sikap yang harus ditumbuhkan dalam diri setiap Muslim. Dengan memiliki sikap tersebut, tentu akan memberikan dampak positif tidak hanya bagi diri sendiri tapi juga orang bahasa, husnudzon berasal dari bahasa Arab 'husnu' yaitu baik dan 'az-zan' yang berarti prasangka. Apabila digabungkan, keduanya memiliki arti berprasangka membiasakan berprasangka baik, seorang muslim akan terhindar dari prasangka buruk pada orang lain. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits berikutحَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ جَعْفَرِ بْنِ بُرْقَانَ عَنْ يَزِيدَ بْنِ الْأَصَمِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ يَقُولُ أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي وَأَنَا مَعَهُ إِذَا دَعَانِيArtinya “Sesungguhnya Allah berkata Aku sesuai prasangka hambaku padaku. Jika prasangka itu baik, maka kebaikan baginya. Dan apabila prasangka itu buruk, maka keburukan baginya.” HR. Muslim no. 4849Husnudzon merupakan sikap yang disukai oleh Allah SWT. Dan umat Muslim dianjurkan untuk menghindari suudzan atau prasangka buruk. Anjuran tersebut dijelaskan dalam Alquran pada surat Al-Hujurat ayat 12, Allah SWT berfirmanيَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌArtinya “Wahai orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa. Dan janganlah menggunjing satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” QS. Al Hujurat 12Dalam buku Jalan Menggapai Ridho Ilahi oleh Abdul Aziz Ajhari, dkk, sikap husnudzon dalam Islam terbagi menjadi tiga, yaitu husnudzon kepada Allah SWT, kepada diri sendiri, dan kepada orang Kepada Allah SWTUmat Muslim harus memiliki sikap husnudzon kepada Allah SWT. Artinya, setiap muslim harus berbaik sangka kepada Allah SWT atas segala apa pun yang dihadapi dan dialami dalam membiasakan sikap ini, setiap cobaan yang diberikan oleh Allah SWT akan selalu ada hikmah yang diambil. Sikap husnudzon jika diamalkan akan memperkuat ketaatan kepada Allah Kepada Diri SendiriMengutip buku Rahasia Magnet Rezeki oleh Nasrullah, dengan berprasangka baik kepada diri sendiri akan memiliki sikap bersyukur. Baik dalam keadaan susah maupun senang, semuanya menanamkan sikap ini, ketika dihadapkan dengan segala macam masalah akan selalu melihat sisi positifnya. Misalnya di masa pandemi seperti saat ini. Apabila memiliki sikap husnudzon, seseorang tidak akan melihat dari situasi sulitnya saja, melainkan ada hikmah yang dapat diambil, yaitu bisa menjadi lebih dekat dengan keluarga di Kepada Orang LainDengan memiliki sikap husnudzon kepada orang lain, akan terhindar dari konflik yang berlarut-larut. Dalam buku Rahasia Magnet Rezeki, dijelaskan bahwa dengan berprasangka baik akan menimbulkan kepercayaan. Di mana kepercayaan akan melahirkan keterbukaan yang kemudian melahirkan dukungan dan kerjasama.
Kajian Khazanah Islam kategori posting AqidahPembaca budiman, Bimbingan dan Ridha-Nya semoga selalu tercurah serta mengiringi kita dalam segala aktivitas di dunia ini, untuk meraih kebahagiaan dan mengharap Rahmat-Nya di Akhirtat kelak. Aamiin...Prasangka manusia terhadap Tuhanya, menunjukkan sejauh mana kwalitas iman dan keyakinannya. Dalam Al-Qur'an telah dikisahkan Nabi Ibrahim ketika ia berkata kepada Bapaknya Adzar dan kaumnya dia bertanya "apakah yang kamu sembah?. Apakah kamu menghendaki sembahan-sembahan selain Allah dengan jalan bohong? . Maka apa anggapanmu terhadap Rabb Semesta Alam?". QS, Ash-Shaffat /37 85-87 Kisah Nabi Ibrahim bersama bapaknya dan umat saat itu adalah menunjukkan betapa rendahnya kualitas keimanan dan keyakinannya. Sebab mereka menyembah patung yang telah dibuatnya sendiri. Prasangka manusia terhadap Tuhan-Nya menunjukkan sejauh mana kwalitas iman dan keyakinannya. Dan karena itulah yang akan menentukan sikap dan perbuatannya. Terutama saat dihadapkan pada kondisi sulit dan berat serta saat dihadapkan ujian dan cobaan yang luar biasa. Termasuk cobaan ketika pada kondisi wabah pandemi yag sekarang masih belum juga sirna bahkan masih terus menyebar secara masif. Ketika banyak yang jatuh sakit dan wafat, juga termasuk kehilangan keluarga, pekerjaan, dan penghasilan, terlebih ketika interaksi dan pergaulan dibatasi begitu rupa. Seakan manusia terkungkung dalam lingkungan munculah beragam dugaan dan prasangka manusia terhadap Tuhanya. Ada sebagian orang yang menjadi prustasi, lalu menyalahkan Allah SWT karena dianggap membiarkan dan mencampakkan manusia pada penderitaan. Sebagian lagi mempersepsikan Tuhan sebagai Dzat yang kejam penuh angkara murka. Bahkan yang lebih parah lagi ada yang sudah tidak percaya kondisi yang demikian setan terus bermain dan berusaha membuat manusia semakin putus asa. Dengan gencarnya setan membisikan berbagai macam bisikan. Oleh karenanya manusia akan timbul rasa was-was sebagaimana Allah terangkan dalam surat An-Naas ayat 5 sifat was-was muncul. Hingga manusia terjebak untuk tidak bersyukur atas nikmat yang telah diterima selama ini. Maka sebagian besar manusia tidak bersyukur sebagaiman firman-Nya dalam Al-qur'an "Kemudian saya setan akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur".taat QS, Al-A'raf / 7 17Namun bagi orang-orang yang beriman, hatinya tetap terpelihara dan selalu berbaik sangka terhadap Allah. Mereka yakin dan percaya dibalik musibah ini pasti ada hikmah dan kebaikan yang akan Dia berikan kepada manusia. Sebab sesuai dengan sifatnya bahwa Allah adalah Dzat Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Dan kasih sayangnya mengalahkan murka-Nya. Dia adalah Dzat yang selama ini telah banyak memberikan karunia. Dengan musibah dan bencana yang diberikan kepada manusia, bisa jadi Allah ingin melatih mereka untuk dapat bertahan dalam kesabaran, ingin menyadarkan akan kelemahan manusia, ingin agar mereka bertaubat dari kesalahannya, ingin agar manusia berkarya menemukan inovasi dan temuan terbaru, dan yang terakhir, ingin agar manusia mengingat kematian yang sangat dekat dengannya. Bagi seorang mukmin yang selalu istiqamah taat kepada-Nya, mereka yakin bahwa Allah tidak akan membiarkan dirinya. Sebagaimana ucapan Nabi SAW saat berada dalam kesulitan, pada saat itu beliau berdua dengan sahabat Abubakar As-Siddiq sedang bersembunyi berada dalam sebuah gua, karena dikejar oleh para kafirun quraisy. Abu Bakar merasa sangat ketakutan, maka Nabi bersabda yang diabadikan dalam berfirman-Nya "Jangan berduka-cita sesungguhnya Allah bersama kita" QS, At-Taubah/9 40..Orang-orang beriman selalu bersyukur bahwa selama alam ini diatur dan diurus oleh Allah, Dia pasti akan menghadirkan kebaikan bagi umat manusia. Inilah yang selalu terucap lewat lisan kita, sedikitnya 17 kali sehari semalam diucapkan saat kita Shalat. " الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ "Dalam hadits qudsi Allah berfirman "Aku bersama prasangka hamba-Ku kepada-Ku". Jika ia berprasangka baik, itulah yang ia dapatkan. Tetapi jika berprasangka buruk, itu pula yang ia dapatkan. hadits hasan dalam kitab al-Jami' ash shaghir lis suyuthi.Demikian uraian singkat materi "Allah Bersama Prasangka Hamba-Ku Kepada-Ku". Semoga bermanfaat dan dapat menambah wawasan kita dalam pengamalan agama Islam yang mulia ini. Aamiin.
يَظُنُّونَ بِاللَّهِ غَيْرَ الْحَقِّ ظَنَّ الْجَاهِلِيَّةِ يَقُولُونَ هَلْ لَنَا مِنَ الأَمْرِ مِنْ شَيْءٍ قُلْ إِنَّ الأَمْرَ كُلَّهُ لِلَّهِ Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA. Matan Firman Allah ﷻ يَظُنُّونَ بِاللَّهِ غَيْرَ الْحَقِّ ظَنَّ الْجَاهِلِيَّةِ يَقُولُونَ هَلْ لَنَا مِنَ الأَمْرِ مِنْ شَيْءٍ قُلْ إِنَّ الأَمْرَ كُلَّهُ لِلَّهِ “Mereka berprasangka yang tidak benar terhadap Allah ﷻ, seperti sangkaan jahiliyah, mereka berkata “apakah ada bagi kita sesuatu hak campur tangan dalam urusan ini, katakanlah “sungguh urusan itu seluruhnya di Tangan Allah.” QS. Ali Imran 154. وَيُعَذِّبَ الْمُنَافِقِينَ وَالْمُنَافِقَاتِ وَالْمُشْرِكِينَ وَالْمُشْرِكَاتِ الظَّانِّينَ بِاللَّهِ ظَنَّ السَّوْءِ عَلَيْهِمْ دَائِرَةُ السَّوْءِ وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ وَلَعَنَهُمْ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا “Dan supaya dia mengadzab orang-orang munafik laki-laki dan orang-orang munafik perempuan, dan orang-orang Musyrik laki laki dan orang-orang musyrik perempuan yang mereka itu berprasangka buruk terhadap Allah, mereka akan mendapat giliran keburukan yang amat buruk, dan Allah memurkai dan mengutuk mereka serta menyediakan bagi mereka neraka Jahannam. Dan neraka Jahannam itulah seburuk-buruk tempat kembali.” QS. Al Fath 6. Ibnul Qayyim dalam menafsirkan ayat yang pertama mengatakan “Prasangka di sini maksudnya adalah bahwa Allah ﷻ tidak akan memberikan pertolonganNya kemenangan kepada Rasul-Nya, dan bahwa agama yang beliau bawa akan lenyap.” Dan ditafsirkan pula “Bahwa apa yang menimpa beliau bukanlah dengan takdir ketentuan dan hikmah kebijaksanaan Allah.” Jadi prasangka di sini ditafsirkan dengan tiga penafsiran Pertama mengingkari adanya hikmah Allah. Kedua mengingkari takdir-Nya. Ketiga mengingkari bahwa agama yang dibawa Rasulullah akan disempurnakan dan dimenangkan Allah atas semua agama. Inilah prasangka buruk yang dilakukan oleh orang-orang munafik dan orang-orang musyrik yang terdapat dalam surat Al-Fath. Perbuatan ini disebut dengan prasangka buruk, karena prasangka yang demikian tidak layak untuk Allah ﷻ, tidak patut terhadap keagungan dan kebesaran Allah ﷻ, tidak sesuai dengan kebijaksanaanNya, PujiNya, dan janjiNya yang pasti benar. Oleh karena itu, barangsiapa yang berprasangka bahwa Allah ﷻ akan memenangkan kebatilan atas kebenaran, disertai dengan lenyapnya kebenaran; atau berprasangka bahwa apa yang terjadi ini bukan karena Qadha dan takdir Allah; atau mengingkari adanya suatu hikmah yang besar sekali dalam takdir-Nya, yang dengan hikmah-Nya Allah berhak untuk dipuji; bahkan mengira bahwa yang terjadi hanya sekedar kehendak-Nya saja tanpa ada hikmah-Nya, maka inilah prasangka orang orang kafir, yang mana bagi mereka inilah Neraka “Wail”. Dan kebanyakan manusia melakukan prasangka buruk kepada Allah ﷻ, baik dalam hal yang berkenaan dengan diri mereka sendiri, ataupun dalam hal yang berkenaan dengan orang lain, bahkan tidak ada orang yang selamat dari prasangka buruk ini, kecuali orang yang benar-benar mengenal Allah, Asma dan sifat-Nya, dan mengenal kepastian adanya hikmah dan keharusan adanya puji bagi-Nya sebagai konsekwensinya. Maka orang yang berakal dan yang cinta kepada dirinya sendiri, hendaklah memperhatikan masalah ini, dan bertaubatlah kepada Allah, serta memohon maghfirah-Nya atas prasangka buruk yang dilakukannya terhadap Allah ﷻ. Apabila anda selidiki, siapapun orangnya pasti akan anda dapati pada dirinya sikap menyangkal dan mencemoohkan takdir Allah, dengan mengatakan hal tersebut semestinya begini dan begitu, ada yang sedikit sangkalannya dan ada juga yang banyak. Dan silahkan periksalah diri anda sendiri, apakah anda bebas dari sikap tersebut? فَإَنْ تَنْجُ مِنْهَا تَنْجُ مِنْ ذِيْ عَظِيْمَةٍ وَإْلاَّ فَإِنِّيْ لاَ إِخَالَكَ نَاجِيًا “Jika anda selamat selamat dari sikap tersebut, maka anda selamat dari malapetaka yang besar, jika tidak, sungguh aku kira anda tidak akan selamat.” Syarah Pada dua ayat di atas yaitu surat Al-Imron ayat 154 dan surat Al-fath ayat 6 Allah ﷻ menyebutkan tiga penamaan prasangka buruk terhadap Allah ﷻ. Pertama prasangka yang tidak benar, Kedua prasangka jahiliyah, Ketiga prasangka buruk. Ketiga penamaan ini memiliki makna yang sama yaitu berprasangka kepada Allah dengan persangkaan yang tidak pantas dengan Maha sempurnanya Allah ﷻ. Hal ini dilarang oleh syari’at, kita tidak boleh berperasangka buruk kepada Allah ﷻ dalam segala hal. Dan merupakan bagian dari ibadah adalah berprasangka baik kepada Allah ﷻ. Pada ayat pertama Allah ﷻ mengatakan bahwa orang munafik berprasangka kepada Allah ﷻ dengan prasangka yang tidak benar. Mereka mengatakan “apakah kami tidak memiliki pengaturan sedikitpun”, maksudnya jika mereka kaum munafiq yang mengatur peperangan, maka kaum muslimin tidak akan kalah dalam peperangan perang uhud. Maka Allah ﷻ menjawab mereka dengan mengatakan bahwa semua keputusan ada di tangan Allah ﷻ. Ibnul Qayyim rahimahullah ketika menjelaskan tentang berprasangka buruk kepada Allah ﷻ beliau menjelaskan dengan penjelasan yang sangat panjang yang di nukil oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dalam kitab tauhid secara singkat. Ibnul Qayyim menjelaskan penjelasan tersebut dalam kitabnya Zaadul ma’aad ketika menyebutkan tentang faedah-faedah dari perang uhud.[1] Beliau menyebutkan contoh-contoh dari berprasangka buruk kepada Allah ﷻ yang tidak pantas bagi kita untuk melakukan hal-hal tersebut. Kunci agar seseorang tidak berprasangka buruk kepada Allah ﷻ adalah ia harus meyakini akan Maha sempurnanya Allah ﷻ yaitu Allah ﷻ Maha melihat, Maha mengetahui, Maha mendengar, dan yang lainnya. Dan di antara kesempurnaan Allah ﷻ yang sangat penting untuk diyakini adalah Allah ﷻ Maha hikmah atau bijak. Di dalam Al-Qur’an Allah ﷻ banyak menyebutkan وَهُوَ العَزِيْزُ الحَكِيْمُ “Dan Dia Yang Maha perkasa dan Maha bijaksana”[2] Di antara nama-nama Allah ﷻ adalah الحَكِيْمُ yaitu yang Maha bijak. Tidak mungkin Allah ﷻ menakdirkan sesuatu dalam alam semesta tanpa perhitungan dan tanpa mengetahui tujuan, karena Allah adalah Maha Bijak [3] . Seseorang jika telah meyakini hal ini, maka tidak mungkin ia akan berprasangka buruk kepada Allah ﷻ, sebab ia tahu bahwa Allah ﷻ akan meletakkan sesuatu pada tempatnya. Allah Maha adil dan Maha bijak, jika Allah ﷻ melakukan sesuatu pasti Allah lakukan yang terbaik dan terbenar sebab Allah ﷻ yang mengetahui segalanya. Terkadang jika terjadi suatu peristiwa kita tidak mengetahui apa hikmah dari peristiwa tersebut. Akan tetapi tetap kita harus meyakini bahwa pasti ada hikmah dibalik peristiwa tersebut, sebab Allah ﷻ adalah Maha bijak, Allah ﷻ memiliki hikmah-hikmah yang tinggi dan sempurna. Oleh karenanya jika kita tidak mengetahui hikmah dari suatu peristiwa, maka kita tidak boleh berprasangka buruk kepada Allah ﷻ, karena banyak hal yang kita tidak mengerti, sebab ilmu kita tidak sampai kepada ilmu Allah ﷻ. Contoh logika yang dapat memberikan pendekatan pemahaman terhadap perbedaan ilmu Allah ﷻ dan ilmu Makhluk. Seorang ayah yang ingin menyunati anaknya yang masih berusia empat tahun, ia akan kesulitan memberikan penjelasan kepada anaknya agar mau di sunat. Jika si ayah menjelaskan kepada anaknya tujuan dan hikmah dari sunat secara ilmiah bahwa sunat itu untuk kesehatan, kemudian sunat itu adalah syari’at islam dan yang lainnya, maka yang terjadi adalah si anak tidak akan mengerti penjelasan tersebut, sebab otak anak belum bisa atau belum sampai untuk bisa memahami hal tersebut. Maka cukup bagi si ayah menjelaskan dengan penjelasan yang sesuai dengan pemahaman anak, misalkan mengatakan kepada si anak, “jika kamu sunat, maka ayah akan memberikan kamu hadiah”. Maka anak akan paham, dan akan menerima untuk di sunat. Contoh lainnya. Seseorang jika berobat kepada seorang dokter, maka di akhir pemeriksaan ia akan diberikan resep obat oleh dokter yang terkadang tanpa memberikan penjelasan secara detail dari fungsi obat-obat tersebut. Akan tetapi orang tersebut akan tetap menuruti dengan menebus obat-obat tersebut kemudian mengkonsumsinya tanpa memahami dengan jelas fungsi dari obat-obat tersebut. Mengapa demikian? Karena orang ini telah meyakini bahwasanya dokter adalah orang yang pakar dalam bidangnya sehingga ia tidak perlu lagi untuk bertanya tentang fungsi-fungsi dari obat tersebut, bila dijelaskan pun bisa jadi orang ini tidak memahami penjelasan tersebut, sebab otak orang ini tidak bisa atau tidak sampai untuk memahami hal tersebut. Oleh karenanya jika Allah ﷻ menakdirkan banyak hal, maka kita tidak boleh berprasangka buruk kepada Allah ﷻ. Bentuk-bentuk berprasangka buruk kepada Allah ﷻ Disini penulis ingin menyebutkan beberapa contoh dari sikap berprasangka buruk kepada Allah ﷻ yang disebutkan oleh Ibnul Qayyim dalam kitabnya Zaadul Ma’ad. Sebenarnya butuh penjelasan yang lebar untuk menjelaskan contoh-contoh ini, sebab Ibnul Qayyim ketika menjelaskan berprasangka buruk kepada Allah ﷻ, ia membantah seluruh firqah-firqah sesat dari ahlul bid’ah. Akan tetapi disini penulis hanya menyebutkan contoh-contoh tersebut secara ringkas. Berikut adalah beberapa contoh dari sikap berprasangka buruk kepada Allah yang disebutkan Ibnul Qayyim dalam kitabnya Zaadul Ma’ad.[4] Menyangka bahwasanya Rasulullah dan kaum muslimin akan kalah. Islam akan sirna Kesyirikan akan unggul selama-lamanya Terkadang Allah ﷻ menakdirkan kaum muslimin dalam kekalahan dan penderitaan. Akan tetapi semua takdir ini ada hikmahnya. Pada saatnya nanti kaum muslimin akan jaya, tauhid akan tersebar, maka tidak boleh kita berprasangka buruk kepada Allah ﷻ. Menyangka Allah ﷻ berbuat tanpa tujuan. Ini merupakan aqidah Asya’iroh[5] yang mana mereka menafikan Ta’lil Af’alillah yaitu Allah ﷻ berbuat tanpa tujuan.[6] Keyakinan seperti ini tidaklah benar. Bagaimana mungkin dikatakan Allah ﷻ berbuat tanpa tujuan, sedang Allah ﷻ Maha berilmu, Allah ﷻ menakdirkan, dan Allah ﷻ melakukan semuanya pasti dengan tujuan. Menyangka Allah ﷻ tidak akan membangkitkan manusia untuk meminta pertanggung jawaban. Hal ini termasuk perbuatan berprasangka buruk kepada Allah ﷻ. Jika saja seorang bos di sebuah perusahaan di anggap buruk dan tidak beres karena tidak menyelesaikan masalah dibawahannya, tidak menghakimi di antara karyawannya yang bertikai dengan membiarkan begitu saja, tidak menentukan siapa yang benar dan siapa yang salah, maka bagaimana dengan Allah ﷻ yang Maha bijak. Apakah pantas Allah ﷻ melakukan hal seperti itu? Allah ﷻ tidak mungkin menciptakan seluruh manusia kemudian membiarkannya begitu saja tanpa meminta pertanggungjawaban. Pembiaran Allah ﷻ kepada orang-orang zhalim atas perlakuan mereka di dunia tanpa meminta pertanggungjawaban mereka kelak di akhirat merupakan perbuatan prasangka buruk kepada Allah ﷻ. Hal ini seperti prasangka buruknya orang-orang musyrikin kepada Allah ﷻ karena menyangka Allah ﷻ tidak akan membangkitkan manusia kelak di akhirat. Tatkala seseorang diberikan kesusahan, maka ia berkata “Mengapa Allah ﷻ membuat saya miskin seperti ini? seharusnya Allah tidak melakukan ini”. Hal ini adalah perbuatan yang terlarang, sebab termasuk bagian dari perbuatan prasangka buruk kepada Allah ﷻ. Bukan berarti jika Allah ﷻ memberikan harta kepada seseorang berarti Allah ﷻ memuliakan orang tersebut[7]. Jika harta adalah ukuran kemuliaan seseorang, berarti Fir’aun dan Namrud adalah orang-orang yang mulia. Para pelaku maksiat yang begitu kaya raya pun juga termasuk orang-orang yang mulia. Oleh karena itu harta bukanlah ukuran kemuliaan seseorang, bahkan bisa jadi seseorang dihinakan oleh Allah ﷻ melalui jalan harta [8]. Hal yang semisal juga seperti perkataan seseorang, “Kenapa Allah ﷻ membuat wabah ini? Seharusnya Allah ﷻ tidak berbuat ini”. Kemudian juga perkataan seseorang, “Kenapa Allah ﷻ menciptakan Iblis? Seharusnya Allah ﷻ tidak menciptakan mereka”. Perkataan-perkataan semisal ini menggambarkan seakan-akan Allah ﷻ tidak memahami sisi yang baik. Kemudian orang yang mengatakan perkataan-perkataan tersebut memahami sisi yang baik. Inilah bentuk prasangka buruk kepada Allah ﷻ. Menyangka bahwasanya Allah ﷻ tidak membalas kebaikan seseorang baik dunia maupun di akhirat. Menyangka hal seperti ini merupakan perbuatan prasangka buruk kepada Allah ﷻ. Bukankah Allah ﷻ berfirman إِنَّ اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ “Sungguh Allah ﷻ tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik”.[9] Allah ﷻ juga menyebutkan banyak contoh dari kisah-kisah para nabi, yang mana Allah ﷻ menolong dan membantu mereka di dunia sebelum akhirat karena kebaikan-kebaikan yang mereka lakukan di dunia. Maka jika kita melakukan suatu kebaikan, selain berharap pahala di sisi Allah ﷻ kita juga harus meyakini bahwa Allah ﷻ juga akan menolong dan membantu kita di dunia. Terkadang Allah ﷻ memberi kebaikan dan pertolongan kepada kita di dunia ini dengan cara yang lembut tanpa kita sadari. Jika saja setiap kebaikan dibalas oleh Allah ﷻ secara jelas atau terang-terangan, maka semua orang akan beriman dan berbuat baik. Tapi inilah ketentuan Allah ﷻ, Allah ﷻ menjadikan hal tersebut perkara ghoib yang berkaitan dengan iman. Akan tetapi walaupun ghoib, kita tetap bisa merasakan balasan dari Allah ﷻ dari setiap kebaikan yang kita lakukan, baik cepat atau lambat, bahkan Allah ﷻ terkadang balas satu kebaikan dengan berlipat-lipat. Persangkaan seseorang jika Ia meninggalkan sesuatu yang buruk karena Allah ﷻ, maka Allah ﷻ tidak akan menggantinya. Nabi ﷺ pernah bersabda إِنَّكَ لَنْ تَدَعَ شَيْئًا لِلَّهِ إِلَّا بَدَّلَكَ اللَّهُ بِهِ مَا هُوَ خَيْرٌ لَكَ مِنْهُ “Sesungguhnya engkau tidak meninggalkan sesuatu karena Allah, melainkan Allah akan menggantikan bagimu dengan yang lebih baik darinya”.[10] Hal ini menunjukkan bahwasanya seseorang yang meninggalkan sesuatu karena Allah ﷻ ia harus berprasangka baik kepada Allah ﷻ, meyakini bahwasanya Allah ﷻ akan ganti sesuatu yang lebih baik dari apa yang ditinggalkannya. Sebab jika ia tidak meyakini hal tersebut, maka ia telah melakukan prasangka buruk kepada Allah ﷻ. Allah ﷻ pernah berkata dalam hadits qudsi أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي “Aku sesuai dengan prasangka hambaku kepadaku, hendaknya hambaku berprasangka kepadaku yang ia sukai. Jika ia berprasangka baik kepadaku maka kebaikan baginya, jika ia berprasangka buruk kepadaku maka keburukan baginya.”[11] Menyangka bahwa Allah ﷻ akan menolak amalan baik seseorang tanpa sebab. Ini adalah keyakinan yang salah. Benar amalan kita belum tentu diterima oleh Allah ﷻ, akan tetapi kita harus berprasangka baik kepada Allah ﷻ bahwasanya Allah ﷻ akan menerima amalan baik tersebut. Allah ﷻ berfirman لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”.[12] Tidak mungkin jika seseorang telah berusaha untuk melakukan amal shaleh semampunya kemudian Allah ﷻ tolak amalan tersebut tanpa sebab. Allah ﷻ tidak menerima taubat orang yang bersungguh-sungguh. Keyakinan seperti ini akan membuat seseorang akan berputus asa dari rahmat Allah ﷻ, padahal Allah ﷻ berfirman لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ “Janganlah engkau berputus asa dari rahmat Allah”[13] Allah ﷻ melarang untuk berputus asa dari rahmatNya, kemudian kita malah meyakini bahwa Allah ﷻ tidak menerima taubat kita, maka ini adalah bentuk prasangka buruk kepada Allah ﷻ. Kita harus berprasangka baik kepada Allah ﷻ bahwa Allah akan menerima taubat kita. Menyatakan bahwa ayat-ayat sifat di dalam Al-Qur’an dan juga di dalam hadits-hadist zahirnya adalah kufur, syirik, tasybih. Sebagaimana yang diungkapkan para penolak sifat bahwasanya ayat-ayat sifat yang terdapat pada Al-Qur’an dan pada hadits-hadist Nabi ﷺ haruslah ditakwil. Ungkapan seperti ini termasuk perbuatan prasangka buruk kepada Allah ﷻ, sebab melazimkan bahwasanya Allah ﷻ ingin menyesatkan hamba-hambanya dengan mendatangkan kata-kata yang zahirnya adalah kufur. Bahkan sebagian dari mereka mengungkapkan pada buku-buku mereka bahwasanya ayat-ayat ini adalah syirik, kufur, tasybih dan yang lainnya. Sungguh mereka tidak beradab sama sekali kepada Allah ﷻ. Apakah mungkin Allah ﷻ tidak bisa mengungkapkan dengan pengungkapan yang baik sehingga manusia dapat memahaminya dengan mudah? Apakah Allah ﷻ tidak mampu mengungkapkan dengan yang terbaik? Mengapa Allah ﷻ tidak menyampaikan bahwasanya firman-firmannya haruslah ditakwil? Apakah kita harus menyangka bahwasanya Allah ﷻ sedang membuat teka-teki sehingga kita perlu mencari kebenaran dengan mentakwil? Pertanyaan-pertanyaan seperti di atas menunjukkan bahwasanya perbuatan para penolak sifat merupakan bentuk berprasangka buruk kepada Allah ﷻ. Berkeyakinan bahwa Allah ﷻ membutuhkan anak atau pasangan dan yang lainnya. Berkeyakinan bahwa Allah ﷻ tidak mengetahui hal-hal yang detail. Keyakinan seperti ini diyakini oleh orang-orang falasifah. Mereka mengatakan bahwasanya Allah ﷻ hanya mengetahui secara global tidak mengetahui secara detail. Keyakinan seperti ini terkadang menimpa kita yang mana seakan-akan kita meyakini bahwasanya Allah ﷻ tidak mengetahui apa-apa yang dilakukan oleh orang-orang kafir, sebab Allah ﷻ membiarkan mereka melakukan kerusakan kemudian tidak mengazab mereka. Sikap seperti ini merupakan bentuk prasangka buruk kepada Allah ﷻ. Seakan-akan Allah tidak tahu dan kita tahu. Kemudian kita ingin mengajari Allah ﷻ bahwasanya seharusnya seperti ini dan seperti itu. Maha suci Allah ﷻ, Allah ﷻ sungguh mengetahui segalanya, jangankan perbuatan manusia, bahkan daun-daun yang berjatuhan dari rantingnya pun Allah ﷻ tahu. Allah ﷻ berfirman وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلَّا يَعْلَمُهَا “Dia Allah mengetahui apa yang di darat dan di laut. tidak ada sehelai daunpun yang gugur uang tidak diketahuiNya.”[14] Ayat ini menunjukkan bahwa Allah ﷻ mengetahui seluruh apa yang terjadi di bumi ini. Perbuatan siapapun, baik muslim, kafir ataupun munafik Allah ﷻ tahu. Oleh karenanya jika kita menyangka bahwa Allah ﷻ tidak tahu apa-apa yang dilakukan oleh orang-orang kafir, sehingga kemudian Allah ﷻ tidak bersikap untuk memberi azab kepada mereka di dunia, maka ini adalah bentuk berprasangka buruk kepada Allah ﷻ. Sebuah kisah tentang biografi seseorang yang termaktub dalam kitab Taarikh Baghdad, yaitu Ubaidillah bin Al-Hasan bin Husoin Al-Ambari salah seorang hakim dari bashroh. Ubaidillah memiliki seorang budak yang cantik. Di suatu malam ia tidur bersama budaknya tersebut. Di tengah malam, ubaidillah tidak mendapati budaknya tersebut, maka terlintas dibenaknya bahwa ini adalah keburukan, Ubaidillah berprasangka buruk bahwasanya budak tersebut pergi kabur meninggalkan dirinya. Ubaidillah pun beranjak dari tidurnya kemudian mencari budak tersebut dirumahnya. Setibanya disana, maka Ubaidillah mendapati budaknya berada di pojok rumahnya sedang melakukan sholat malam. Kemudian budak tersebut berdoa kepada Allah ﷻ dengan berkata اللّهم بِحُبِّكَ لِيْ اغْفِرْلِيْ “Ya Allah, karena cintamu kepadaku, maka ampunilah aku”. Maka setelah sholat, Ubaidillah menanyakan perihal doa yang dipanjatkan oleh budaknya dengan berkata, “wahai budakku janganlah engkau berkata demikian, akan tetapi katanlah Ya Rabb, karena cintaku kepadamu maka ampunilah aku’.” Maka budak tersebut menjawab, “Ya Hakim, Allah ﷻ benar-benar mencintaiku, buktinya adalah Allah ﷻ mengeluarkanku dari kesyirikan menuju islam, dan Allah ﷻ cinta kepadaku, buktinya adalah Allah ﷻ membangunkanku untuk melakukan sholat malam”. Mendengar jawaban dari budaknya, maka Ubaidillah membebaskan budaknya tersebut dengan mengatakan أَنْتِ حُرٌّ لِوَجْهِ الله “Engkau aku bebaskan karena Allah ﷻ”. Ketika dibebaskan maka budak tersebut pun berkata kepada Ubaidillah, “Wahai tuanku, engkau telah menghilangkan dariku dua pahala menjadi satu pahala”. Maksudnya adalah ia mendapatkan dua pahala dari Allah ﷻ, pahala sebagai budak yang ta’at kepada Allah ﷻ dan pahala sebagai budak yang taat kepada tuannya.[15] Doa yang dipanjatkan budak wanita di atas memang diperselisihkan oleh para ulama. Akan tetapi disini penulis hanya ingin menunjukkan bagaimana budak tersebut berprasangka baik kepada Allah ﷻ. Intinya yang ingin penulis sampaikan adalah bahwasanya budak wanita ini adalah wanita yang shalihah. Kita tidak bisa memastikan bahwasanya Allah ﷻ cinta kepada kita. Akan tetapi tanda-tanda yang menunjukkan hal tersebut banyak, misalnya seseorang diberi taufik untuk bisa berbakti kepada orang tua di saat banyak orang yang durhaka terhadap orang tuanya, maka ini merupakan tanda bahwa Allah ﷻ cinta kepadanya. Kemudian juga seseorang diberi pemahaman ilmu agama oleh Allah ﷻ di saat banyak orang-orang terlalai dari ilmu, maka ini merupakan tanda bahwasanya Allah ﷻ mencintainya. Kemudian juga orang yang diberi taufik untuk bisa menyisihkan hartanya untuk disedekahkan di saat banyak orang yang pelit untuk bersedekah, maka ini juga merupakan tanda bahwasanya Allah ﷻ cinta kepadanya. Orang-orang seperti ini boleh bagi mereka untuk berprasangka baik kepada Allah ﷻ bahwasanya Allah ﷻ mencintainya. Adapun untuk memastikan, maka ini perkara lain, banyak para ulama yang tidak membolehkannya. Matan Kandungan bab ini Penjelasan tentang ayat dalam surat Ali Imran. Penjelasan tentang ayat dalam surat Al Fath. Disebutkan bahwa prasangka buruk itu banyak sekali macamnya. Penjelasan bahwa tidak ada yang bisa selamat dari prasangka buruk ini kecuali orang yang mengenal Asma’ dan sifat Allah, serta mengenal dirinya sendiri. Artikel ini penggalan dari Buku Syarah Kitab At-Tauhid Karya Ustadz DR. Firanda Andirja, Lc. MA. _______________________ [1] Lihat Zaadul Maad 3/213 [2] QS. Ibrahim 4 [3] Tafsir As-Sam’ani, 1/65-66, Tafsir Ibnu Katsir, 1/225 [4] Lihat Zaadul Maad 3/213 [5] Ar-Rozi berkata فَثَبَتَ أَنَّ تَعْلِيْلَ أَحْكَامِ اللهِ تَعَالَى بِالْمَصَالِحِ بَاطِلُ “Maka tetaplah dengan semua ini, bahwa ta’lil perbuatan Allah Azza wa Jalla dengan mashlahat adalah keyakinan yang bathil rusak” Al-Mahshul, Fakhruddin Ar-Rozi, 5/182 As-Syihristani berkata مَذْهَبُ أَهْلِ الحَقِّ أَنَّ اللهَ تَعَالَى خَلَقَ العَالَمَ بِمَا فِيْهِ مِنَ الجَوَاهِرِ وَالْأَعْرَاضِ وَأَصْنَافِ الخَلْقِ وَالأَنْوَاعِ، لَا لِعِلَّةٍ حَامِلَةٍ لَهُ عَلَى الفِعْلِ سَوَاءٌ قُدِّرَتْ تِلْكَ العِلَّةُ، نَافِعَةً لَهُ أَوْ غَيْرَ نَافِعَةٍ، إِذْ لَيْسَ يَقْبَلُ النَّفْعَ وَالضَّرَّ، أَوْ قُدِّرَتْ تِلْكَ العِلَّةُ نَافِعَةً لِلْخَلْقِ، إِذْ لَيْسَ يَبْعَثُهُ عَلَى الفِعْلِ بَاعِثٌ فَلَا غَرَضَ لَهُ فِيْ أَفْعَالِهِ وَلَا حَامِلَ بَلْ عِلَّةُ كُلِّ شَيْءٍ صُنْعُهُ ولَا عِلّةَ لِصَنْعِهِ “Madzhab Ahlu Al-Haq adalah Allah Azza wa Jalla menciptakan alam dengan semua yang ada di dalamnya, baik dari jauhar jism/sesuatu yang dapat dilihat dan disentuh -seperti manusia, pohon, dll. Yaitu semua yang menjadi tempat bagi ardh dan a’rodh shifat -seperti sakit, mendengar, dll, dan macam-macam ciptaan, tanpa ada illah sebab/tujuan/faktor yang mendorong Allah Azza wa Jalla untuk melakukan hal itu. Sama saja, meskipun dikatakan bahwa illah pendorong tersebut itu bermanfaat bagiNya ataupun tidak. Karena Allah Azza wa Jalla adalah Dzat yang tidak menerima manfaat dan madhorot. Ataupun dianggap bahwa illah itu bermanfaat bagi makhluq, karena tidak ada satupun hal yang mendorong Allah Azza wa Jalla untuk melakukan sesuatu. Maka tidak ada tujuan bagiNya pada perbuatan-perbuatanNya, dan tidak ada pendorong bagiNya untuk melakukan sesuatu. Akan tetapi, illah sebab segala sesuatu adalah penciptaanNya, dan tidak ada illah/sebab bagi penciptaanNya” Nihayah Al-Iqdam, As-Syihristani, 390 Lalu, bagaimana mereka memaknai shifat Hakim bagi Allah Azza wa Jalla? Saifuddin Al-Amidi berkata إّنَنَا لَا نُنْكِرُ كَوْنَ البَارِى تَعَالَى حَكِيْمًا وَذَلِكَ بِتَحَقُّقِ مَا يُتْقِنُهُ مِنْ صُنْعَتِهِ وَيَخْلُقُهُ عَلَى وِفْقِ عِلْمِهِ بِهِ وَبِإِرَادَتِهِ لَا بِأَنْ يَكُوْنَ لَهُ فِيْمَا يَفْعَلُهُ غَرَضٌ وَمَقْصُوْدٌ وَالْعَبَثُ إِنَّمَا يَكُوْنُ لَازِمًا لَهُ بِانْتِفَاءِ الغَرَضِ عَنْهُ أَنْ لَوْ كَانَ قَابِلًا لِلْفَوَائِدِ وَالاَغْرَاضِ. “Sesungguhnya kami tidak mengingkari bahwa Allah Azza wa Jalla itu adalah Dzat yang Hakim. Dan yang demikian sifat hakim adalah dengan benar-benar terjadinya ciptaanNya yang sempurna, dan Allah menciptakan semuanya sesuai dengan ilmunya tentangnya dan berdasarkan kehendaknya. Bukan dengan adanya tujuan dari perbuatannya. Namun perbuatan Allah tanpa tujuan ini tidak bisa dikatakan dengan perbuatan sia-sia karena yang namanya sia-sia hanya bisa dikatakan padaNya jika Allah memang bisa menerima tujuan dan manfaat lantas tidak melakukan dengan tujuan” Ghoyatu Al-Marom Fi Ilmi Al-Kalam, Saifuddin Al-Amidi, 223 Padahal kita tahu, bahwa yang bisa melakukan sesuatu sesuai keinginannya dan ilmunya, tidaklah disebut dengan Hakim dan bijaksana. Bahkan di dalam bahasa arab, kalimat hakim digunakan untuk kalimat yang mengandung makna “pencegahan dari keburukan dan kerusakan”, maka Allah Azza wa Jalla tidak akan pernah melakukan hal yang buruk, baik pada hukum syariatNya, ataupun ciptaan-ciptaanNya. Karena asal dari kalimat “hakim” adalah “Al-Hukmu” yang bermakna “Al-Man’u”. Bukankah bisa jadi seorang penjahat melakukan sesuatu kejahatan berdasarkan ilmu dan kehendaknya?, apakah penjahat tersebut disebut dengan Hakim? Sungguh orang yang melakukan sesuatu tanpa tujuan maka jelas disifati dengan perbuatan sia-sia, maka bagaimana hal ini ditujukan kepada Allah, bahwa Allah berbuat dan menciptakan tanpa ada tujuan sama sekali?, bukankah ini perbuatan sia-sia?. Adapun syubhat-syubhat yang berkaitan dengan hal ini dan bantahannya maka silahkan baca Tesis kami yang diterjemahkan dengan judul “Menjawab Syubhat Para Penolak Sifat Allah” pada sub judul berkaitan tentang sifat al-Hikmah. [6] Lihat Majmu’ Alfatawa 8/37 [7] Bahkan, bisa jadi Allah buka kenikmatan dunia pada sebagian kaum sebagai bentuk istidroj dan agar mereka semakin sengsara nantinya. Allah berfirman فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُونَ “Dan tatkala mereka lupa akan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, kamipun membukakan untuk mereka semua pintu kesenangan untuk mereka. Sehingga ketika mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, kami siksa mereka secara tiba-tiba. Dan tatkala itu merekapun terdiam putus asa” Al-An’am 44 Ibnu Taimiyyah berkata وَأَنَّهُ لَيْسَ كُلُّ مَنْ أُعْطِيَ مَالًا أَوْ دُنْيَا أَوْ رِيَاسَةً كَانَ ذَلِكَ نَافِعًا لَهُ عِنْدَ اللَّهِ، مُنْجِيًا لَهُ مِنْ عَذَابِهِ، فَإِنَّ اللَّهَ يُعْطِي الدُّنْيَا مَنْ يُحِبُّ وَمَنْ لَا يُحِبُّ. وَلَا يُعْطِي الْإِيمَانَ إلَّا مَنْ يُحِبُّ. “Sesungguhnya tidak semua yang diberikan harta atau dunia, atau kedudukan, bermanfaat baginya di sisi Allah, serta menyelamatkannya dari adzab Allah. Karena Allah memberikan dunia ini kepada yang Allah cintai dan yang tidak Allah cinta. Dan sesungguhnya Allah tidaklah memberi iman kecuali kepada orang yang Dia cintai” Al-Fatawa Al-Kubro, Ibnu Taimiyyah, 2/420. [8] Akan tetapi, seseorang itu bisa dikatakan dimuliakan Allah, jika Allah memberikan kepadanya hidayah mengikuti kebenaran dan istiqomah di atas kebenaran. Jika harta tersebut menjadikannya dekat kepada Allah maka berarti dia dimuliakan oleh Allah, jika tidak maka tidak. Jangankan harta, bahkan seseorang yang memiliki “kesaktian” tidak serta merta berarti dia dimuliakan oleh Allah. Ibnu Taimiyyah berkata وَيُعِدُّونَ مُجَرَّدَ خَرْقِ الْعَادَةِ لِأَحَدِهِمْ بِكَشْفِ يُكْشَفُ لَهُ أَوْ بِتَأْثِيرِ يُوَافِقُ إرَادَتَهُ هُوَ كَرَامَةٌ مِنْ اللَّهِ لَهُ وَلَا يَعْلَمُونَ أَنَّهُ فِي الْحَقِيقَةِ إهَانَةٌ وَأَنَّ الْكَرَامَةَ لُزُومُ الِاسْتِقَامَةِ وَأَنَّ اللَّهَ لَمْ يُكْرِمْ عَبْدَهُ بِكَرَامَةِ أَعْظَمَ مِنْ مُوَافَقَتِهِ فِيمَا يُحِبُّهُ وَيَرْضَاهُ وَهُوَ طَاعَتُهُ وَطَاعَةُ رَسُولِهِ وَمُوَالَاةُ أَوْلِيَائِهِ وَمُعَادَاةُ أَعْدَائِهِ “Dan mereka menganggap bahwa kesaktian salah seorang dari mereka berupa mukasyafah, atau kejadian yang sesuai dengan apa yang dia inginkan, berarti itu adalah karomah dari Allah untuknya, sedangkan ia tidak sadar bahwa yang demikian adalah penghinaan dari Allah untuknya. Dan sesungguhnya karomah adalah senantiasa istiqomah, dan sesungguhnya Allah tidak pernah memuliakan hambanya dengan suatu karomah yang lebih berharga dari Allah memberinya hidayah untuk senantiasa sesuai dengan apa yang Allah cintai dan Allah ridhoi. Yaitu taat kepada Allah dan RasulNya, dan loyal kepada wali-waliNya dan memusuhi musuh-musuh Allah” Majmu’ Al-Fatawa, Ibnu Taimiyyah, 10/29-30 Maka dapat kita simpulkan, bahwa semua kenikmatan yang Allah Azza wa Jalla berikan kepada hambanya, bisa dikatakan sebagai pemuliaan terhadapnya, jika kenikmatan-kenikmatan itu ia gunakan dalam ketaatan kepada Allah Azza wa Jalla. Dan jika ia tidak gunakan untuk hal itu, maka yang demikian adalah penghinaan Allah Azza wa Jalla untuknya. [9] QS. At-Taubah 120 [10] Ahmad no. 23074, dishahihkan oleh Al-Albani bahwa sanadnya sahih sesuai dengan syarat Muslim Silsilah Al-Ahadis Ash-Shahihah 2/734. [11] HR. Bukhori 7405 dan Muslim No. 2675 [12] QS. Al-Baqarah 286 [13] QS. Az-Zumar 53 [14] QS. Al-An’am 59 [15] Lihat Tarikh Baghdad 12/7
Hasil pencarian tentang aku+sesuai+dengan+prasangka+hambaku Katakanlah, "Hai kaumku, bekerjalah sesuai dengan keadaan kalian kondisi kalian sesungguhnya aku akan...bekerja pula sesuai dengan keadaanku maka kelak kalian akan mengetahui Mereka hanya mengikuti prasangka-prasangka yang tidak benar....Padahal prasangka itu sama sekali tidak mengandung kebenaran sedikit pun. Kebanyakan orang musyrik, dalam akidah mereka, tidak mengikuti apa-apa selain prasangka-prasangka batil...Dan prasangka-prasangka itu-secara umum-tidak berguna sama sekali dan tidak dapat menggantikan keyakinan...Lebih-lebih jika prasangka itu lemah, sebagaimana prasangka orang-orang musyrik itu. Dan mereka tidak mendasari perkataan mereka itu ucapan mereka itu tidak didasari dengan sesuatu pengetahuan...Tiada lain mereka hanya mengikuti dalam hal tersebut prasangka yang mereka khayalkan sedangkan sesungguhnya...prasangka itu tiada berfaedah sedikit pun terhadap kebenaran maksudnya, tiada sedikit pun pengetahuan...yang bermanfaat dalam prasangka itu di dalam menelaah hal-hal yang dituntut adanya pengetahuan. Katakanlah "Hai kaumku, bekerjalah sesuai dengan keadaanmu, sesungguhnya aku akan bekerja pula, maka Allah akan memanggil orang-orang yang bertakwa, sebagai penghargaan atas mereka, "Wahai hamba- hambaku...Dan Allah menjamin kalian dengan pahala." Aku tidak mengharapkan imbalan apa-apa dari kalian....Imbalanku akan kudapatkan secara utuh-sesuai dengan amal perbuatanku-dari Tuhan semesta alam." Berbuatlah menurut kemampuan kalian sesuai dengan keadaan kalian sesungguhnya aku pun berbuat pula...sesuai dengan kedudukanku....Dan tunggulah akibat daripada perbuatan kalian itu sesungguhnya aku pun menunggu bersama kalian." Katakan, "Apabila aku mampu menimpakan azab yang kalian tantang untuk dipercepat, niscaya aku akan menimpakannya...Dengan demikian, akan selesai permasalahan antara aku dan kalian....Dia yang Mahatahu azab-baik yang cepat maupun yang lambat-yang sesuai dengan orang-orang kafir. Dan Aku beri mereka kesempatan hidup yang cukup, tanpa melupakan kejahatan-kejahatan yang mereka lakukan...Rencana-Ku ini akan menyakitkan mereka, sesuai dengan kadar kejahatan yang mereka langgar. Fir'aun berkata, "Aku tidak mengajukan pendapat kepada kalian kecuali sesuai dengan apa yang aku yakini...Dan aku, dengan pendapatku itu, tidak menunjukkan kalian kecuali ke jalan petunjuk." dari Tuhanku dan aku diberi rezeki yang baik sebagai karunia dari-Nya, apakan patut aku menyembunyikan...Aku tidak ingin melakukan apa yang aku larang....Dengan nasihat, perintah dan larangan, aku hanya menginginkan perbaikan sesuai dengan kekuatan, usaha...Dan aku tidak akan mendapatkan kebenaran kecuali dengan pertolongan dan dukungan-Nya....Hanya kepada-Nyalah aku bertawakal. Dan juga hanya kepada-Nyalah aku kembali. Prasangka buruk yang kalian tujukan terhadap Tuhan itu membuat kalian hancur. sisi Allah yang berisi petunjuk dan lebih baik dari keduanya, atau yang semisal dengannya, niscaya aku...akan mengikutinya bersama kalian, jika kalian memang benar dalam prasangka kalian bahwa apa yang kami Berbuatlah sepenuh kemampuanmu sesuai dengan keadaanmu sesungguhnya aku pun berbuat pula sesuai dengan Allah berada di atas segala prasangka, Mahasuci dari sifat serupa dengan makhluk-Nya, Maharaja yang dibutuhkan...Jangan tergesa-gesa, Muhammad, membaca al-Qur'ân sebelum malaikat menyampaikannya dengan sempurna kepadamu Muhammad, setelah jelas bagi mereka tanda-tanda kenabianmu, maka katakanlah kepada mereka, "Sesungguhnya aku...Aku akan meneruskan dakwahku....Dari itu, kalian tidak perlu mencela perbuatanku, sebagaimana aku tidak akan mencela perbuatan kalian...Maka lakukanlah apa yang kalian kehendaki, dan Allah akan membalas seluruh perbuatan kita sesuai dengan ditimpa kesusahan yang berat, sebagai wujud kebaikan Kami, ia pasti akan mengatakan, "Kesenangan yang aku...dapatkan ini memang hakku, dan aku tidak yakin bahwa hari kiamat akan datang....Seandainyapun aku dikembalikan kepada Tuhan, aku pasti mendapatkan kesudahan yang sangat baik."...Pada hari kiamat, Kami benar-benar akan mengganjar orang-orang kafir sesuai dengan amal perbuatannya, Musa menjawab, "Patutkah aku mencari Tuhan untuk kamu yang selain daripada Allah?"...abghiikum itu ialah abghii lakum padahal Dialah yang telah melebihkan kamu atas segala umat di zaman kamu sesuai...dengan apa yang dituturkan dalam firman-Nya berikut ini. Hendaknya mereka menghindari prasangka seperti itu. Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran yang sesuai dengan hikmah. Kalau bukan karena waktu yang telah Kami tentukan sesuai dengan kebijaksanaan Kami, tentu Kami pun menyegerakan...Aku bersumpah, akan datang suatu bencana secara tiba-tiba tanpa mereka sadari. Dan katakanlah kepada orang-orang yang tidak beriman, "Berbuatlah menurut kemampuan kalian sesuai dengan...keadaan dan kondisi kalian sesungguhnya Kami pun berbuat pula." sesuai dengan keadaan Kami; ungkapan Yang menciptakan segala sesuatu dengan sebaik-baiknya, sesuai dengan hikmah-Nya, memulai penciptaan manusia pengertian terhadap syariat serta kenabian lalu katanya kepada manusia, "Hendaklah kamu menjadi hamba-hambaku...berkata "Hendaklah kamu menjadi rabbani artinya ulama-ulama yang beramal saleh, dinisbatkan kepada rab dengan Supaya kami selalu menyucikan-Mu dari apa yang tidak sesuai dengan diri-Mu, Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah prasangka buruk terhadap orang-orang yang berbuat baik....Sesungguhnya sebagian prasangka adalah dosa yang harus dihukum....Peliharalah diri kalian dari azab Allah dengan menaati semua perintah dan menjauhi segala larangan. Sesungguhnya Azab Rabbmu terhadap orang-orang kafir benar-benar keras sesuai dengan kehendak-Nya. Wahai Nabi, ancamlah kepada mereka dengan mengatakan, "Berbuatlah sesuai cara yang kalian kehendaki dengan...segala kekuasaan yang kalian miliki, dan aku akan berbuat dengan memihak kebenaran. yang mereka sukai di dalam ungkapan ayat ini terkandung pengertian bahwa makanan dan minuman di surga sesuai...dengan selera penghuninya masing-masing....Berbeda dengan keadaan di dunia, makanan dan minuman sesuai dengan kemampuan masing-masing.
aku adalah prasangka hambaku